Pengalaman CPNS Mahkamah Agung 2019 (Bag.1)
Mumpung masih segar di ingatan, Oom akan bagikan pengalaman ikut CPNS di Mahkamah Agung tahun 2019 lalu. Sebuah pengalaman yang mungkin akan menjadi titik balik di lembar kedua kehidupan Oom.
Latar Belakang
Menjadi Pegawai Sipil Negara atau yang kerap disingkat PNS mungkin menjadi dambaan sebagian orang. Iming-iming gaji tetap, aneka tunjangan, kesejahteraan, hingga jenjang jabatan atau karir seolah menjadi magnet yang terelakkan.
Setiap tahunnya, ratusan ribu bahkan hingga jutaan orang berlomba-lomba untuk mendapatkan posisi sebagai salah satu aparatur negara.
Bagi Oom sendiri, menjadi PNS bukanlah target utama atau cita-cita, bahkan sejak sebelum mulai kuliah. Meskipun sebenarnya orang tua mengharapkan Oom menjadi seorang abdi negara agar terjamin kesejahteraan hidupnya.
Waktu itu, Oom hanya memandang para PNS sebelah mata. Saat itu, para PNS dikenal kerap mempersulit birokrasi. Pengurusan KTP atau surat pindah saja bisa memakan waktu hingga berminggu-minggu.
Ini belum ditambah dengan budaya nepotisme yang seolah sudah "mendarah-daging" di berbagai sektor pemerintahan. Siapa saja bisa menjadi PNS dengan mudah jika punya koneksi "orang dalam" atau ada kerabat yang memiliki jabatan tinggi.
Namun seiring waktu, dengan berbagai peraturan yang dikeluarkan pemerintah, kinerja PNS lambat laun berubah. Kini sudah hampir tak pernah kita dengan praktek nepotisme yang menguar dari penerimaan CPNS.
Berbagai kebijakan baik yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun daerah turut menyumbang perubahan besar dalam tubuh aparatur sipil negara. Kini mereka sudah jauh lebih disiplin dan transparan dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negara.
Pengalaman Ikut CPNS
Sejak kelulusan dari perguruan tinggi pada tahun 2011 lalu, Oom memang pernah beberapa kali memasukkan lamaran sebagai seorang CPNS. Namun entah memang bukan takdir atau rejekinya, tak satupun yang lolos. Semua lamaran itu selalu gagal pada tahap seleksi administrasi awal.
Tahun 2012, pendaftaran CPNS di Pemkot kota Solo ditolak tanpa alasan yang jelas. Bahkan surat penolakannya saja 'nyangkut' di kantor POS selama seminggu. Tahun 2016 sempat ingin mendaftar lagi tapi ternyata gelombang pendaftaran sudah terlewat.
Pada tahun 2018 lalu juga mendaftar untuk posisi pranata komputer terampil di Dinas Penanaman Modal dan Perizinan kota Yogyakarta, tapi sekali lagi gagal pada tahap seleksi administrasi. Saat itu, Oom lupa memasukkan lembar kedua transkrip nilai yang mengakibatkan seleksi gagal.
Bulan November 2019 lalu juga ada pembukaan lowongan CPNS. Sebenarnya sudah malas ikutan, tapi karena desakan dari keluarga ditambah faktor pekerjaan yang kian lama kian sepi peminat, akhirnya Oom sekali lagi memutuskan ikut seleksi CPNS.
Seleksi Administrasi
Setelah membaca dan mencermati lowongan-lowongan yang ada di situs SSCN BKN, Oom mencoba peruntungan dengan mendaftar formasi pengadministrasi registrasi perkara (PRP) di Mahkamah Agung.
Ada beberapa pertimbangan saat Oom memilih formasi itu. Yang pertama tentu kesesuaian dengan kualifikasi pendidikan. Oom yang hanya sekedar lulusan D3 Manajemen Informatika tentu tidak punya banyak pilihan.
Faktor kedua, jumlah formasi yang dibutuhkan mencapai 431 orang. Sebuah angka yang cukup besar untuk lowongan jabatan. Dengan kebutuhan jumlah formasi yang banyak, secara teori akan memperbesar peluang diterima. Entah karena faktor belajar tekun atau keberuntungan.
Ada beberapa dokumen yang harus dipersiapkan untuk proses seleksi administrasi ini. Antara lain:
- Dokumen kelulusan pendidikan dalam format PDF
- Scan KTP dalam format JPG
- Pas foto 3x4 dengan background merah
- Surat lamaran kepada Sekretaris Mahkamah Agung RI bermaterai
- Surat pernyataan bermaterai
- Scan ijazah dan transkrip nilai
Kali ini Oom tidak akan terkena masalah yang sama. Saat seleksi administrasi, Oom memastikan semua dokumen yang di-upload, bahkan dicek hingga berkali-kali dengan minta bantuan istri. Tak dinyana, Oom pun berhasil lolos seleksi administrasi ini.
Posting Komentar untuk "Pengalaman CPNS Mahkamah Agung 2019 (Bag.1)"